LIBERALISME,
KAPITALISME, DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA

Makalah ini
diajukan sebagai salah satu tugas Ujian Akhir Semester
Sejarah Intelektual
Tahun Akademik 2010/2011
Disusun oleh :
Yuni
Wasis Listiyanto N 0801020002
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tidak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini disusun untuk menambah wawasan pembaca mengenai liberalism, kapitalisme,dan
pengaruhnya di Indonesia. Selain itu makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sejarah Intelektual yang di berikan oleh dosen.
Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan makalah ini. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien .
Purwokerto,
Juli 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I : ISI
A.
Liberalism
dan Pengaruhnya terhadap Politik Indonesia Pada Abad 19
B. Kapitalisme dan
Pengaruhnya terhadap Indonesia
BAB
II : Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
ISI
A. Liberalisme dan
Pengaruhnya Terhadap Politik Indonesia Pada Abad 19
1.
Pengertian paham Liberalisme
Liberalisme
berasal
dari kata liberal yang bermakna
bebas dari batasan, bebas berpikir, leluasa dan sebagainya. Kata ini aslinya
mulai dikenali pada abad ke-14 melalui Prancis, Latinnya adalah Liberalis. Dan suffixisme yang
melekat setelah kata liberal menunjukkan bahwa “kebebasan berpikir” ini
merupakan jenis kecendrungan yang kemudian belakang hari membentuk sebuah
maktab. Dari sudut pandang etimologi, liberal dapat dilekatkan pada seseorang
yang dalam pandangan-pandangan atau perilaku beragam yang diperbuatnya ia
bersikap toleran. Dengan kata lain, ia tidak bersikap puritan dan fanatik
terhadap pandangannya sendiri. Keyakinan terhadap kebebasan pribadi. Pendapat
dan sikap politik yang menghendaki terjaganya tingkat kebebasan di hadapan
hegemoni pemerintah atau setiap institusi lainnya yang mengancam kebebasan
manusia. (Burdeau, Georges, Le Liberalisme: 16)
Sedangkan istilah Berlin dalam mendefinisikan liberalism berkata: “Aku memandang
liberalisme (kebebasan) itu tiadanya pelbagai penghalang dalam mewujudkan
selaksa harapan manusia.” (Berlin, Char Maqaleh darbare Azadi; terjemahan Dr.
Muh. Ali Muwahhid: 46)
Liberalisme adalah suatu paham atau aliran ketatanegaraan dan
ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan berusaha dan berniaga
(pemerintah untuk tidak boleh turut campur) (Depdikbud, 1988: 522).
Liberalisme dapat diartikan pula sebagai paham kebebasan, yaitu
paham yang menghendaki adanya kebebasan individu, sebagai titik tolak dan
sekaligus tolok ukur dalam interaksi sosial (http://wikipedia.
Org. Pengertian Liberalisme).
Sebagaimana
dari beberapa definisi yang diutarakan di atas jelas bahwa liberalism juga seperti terma-terma
humaniora lainnya yang kurang jelas definisinya. Dan karena liberalisme dalam
tingkatan yang beragam, seperti digunakan dalam bidang politik, ekonomi, agama,
akhlak dan sebagainya. Usaha untuk memasukkan seluruh sisi beragam pemahaman
ini dalam sebuah definisi yang ketat merupakan sebuah tindakan berani. Oleh
karena itu apabila kita mau-tak-mau ingin menunjukkan definisi liberalism maka kita harus
mendefinisikannya
secara umum dan global. Secara global kita telah mengetahui dari apa yang
dimaksud dengan liberalisme; akan tetapi untuk sampai pada kesimpulan yang
jelas dan transparan, sebelumnya mari kita menengok beberapa penggunaan istilah
kebebasan yang ekuivalen dengan terma liberal dan selayang pandang sejarah
kemunculan liberalisme.
Liberalisme merupakan antitesis dari sistem perdagangan
yang menggunakan sistem merkantilisme. Pedagang besar sering
disebut borjuis, mereka ingin memperoleh kebebasan dalam melakukan usaha.
Pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Mereka
menyatakan bahwa pemerintahan yang paling baik seharusnya paling sedikit ikut
campur dalam bidang ekonomi. Pandangan ini dikemukakan oleh Adam Smith (Bapak Ekonomi liberal
kapitalis) yang menyatakan bahwa hukum pasar akan diatur oleh “invisible hands”. Negara menurut
paham liberalisme tradisional fungsinya sebagai penjaga malam. Dalam sistem
liberalisme peluang tumbuhnya sistem kapitalisme sangat besar. Sejak
timbulnya kapitalisme dan kemenangan paham liberalisme, imperialisme barat
berubah menjadi imperialisme modern.
Diantara Ciri-ciri
imperialisme modern adalah:
a.
Daerah jajahan sebagai pensuplai bahan baku.
b.
Masyarakat jajahan sebagai sasaran penjualan hasil
produksi
Demikian
juga kata liberty (nomina),
yang memang merupakan derivat liberal dari Latin, libertes, biasanya digunakan pada hal-hal berikut ini:
1.
Bebas
untuk memilih, kebebasan untuk berpikir atau beraksi tanpa pemaksaan.
2.
Sinonim
dengan Freedom, bebas dari tawanan atau perbudakan.
3.
Hak
dasar: Hak politik, sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh warga suatu bangsa
atau seluruh orang (biasanya digunakan dalam bentuk plural).
Pelopor politik liberal lainya diantaranya ada 2 tokoh
yaitu John Locke dan Montesquieu. John Locke merupakan pelopor
paham politik liberal dari Inggris. Menurut Locke, negara terbentuk dari
perjajian sosial antara individu yang hidup bebas dan penguasa.Montesquieu
(1689 – 1773) juga pelopor paham politik liberal. Dalam bukunya ‘TheSpirit of Law’, Montesquieu dari
Perancis mengembangkan teori pemisahan kekuasaan ekskutif, legislatif dan
yudikatif. Setiap kekuasaan saling mengawasi dan mengimbangi satu dan yang
lain. Apabila ketiga kekuasaan pemerintahan beradadalam satu tangan, akan
muncul kesewenang-wenangan. Selain
kedua tokoh tersebut, terdapat pula Voltaire
(Perancis), JJ. Rousseau
(Perancis) dan Immanuell Kant
(Jerman).
2.
Latar belakang munculnya Liberalisme ke Indonesia
1.
Selayang Pandang Sejarah Liberalisme
Menurut
satu pendapat bahwa pemikiran atau ideologi Liberalisme selalunya dirujuk
kepada Adam Smith, pemikir dan ekonom Scotland, yang begitu dikenali melalui
karyanya The Wealth of Nations.
Liberalisme dikenali sebagai satu ideologi politik dan konsep pemikiran yang
menekankan kepada kebebasan individu, pembatasan kekuasaan kerajaan dan dari
segi ekonomi pula menyokong pasaran bebas dan persaingan bebas golongan pemodal
(capitalist). Oleh sebab itu,
Liberalisme dan Kapitalisme kadang-kadang dilihat sebagai ideologi yang sinonim
disebabkan adanya perkaitan yang kuat dan saling sokong-menyokong antara satu
sama lain. Dari sudut sejarah, kemunculan Liberalisme ini ada hubungannya
dengan keruntuhan Feudalisme di Eropa bermula semasa zaman Renaissance (The Age of Enlightenment) diikuti dengan
gerakan politik semasa era Revolusi Perancis.
Liberalisme
yang dikaitkan dengan Adam Smith ini selalunya dikenali sebagai Liberalisme Klasik. Dalam konteks peranan
kerajaan Liberalisme Klasik ini menekankan konsep Laissez-Faire yang bermaksud
kerajaan (pemerintah) yang bersifat lepas tangan. Konsep ini menekankan bahwa
kerajaan harus memberi kebebasan berpikir kepada rakyat, tidak menghalangi
pemilikan harta individu atau kumpulan, kuasa kerajaan yang terbatas dan
kebebasan rakyat.
2.
Faktor-faktor Kemunculan Liberalisme
Hume berkata bahwa
Liberalisme muncul untuk menjawab tantangan zaman. Kemunculan Liberalisme
merupakan keniscayaan sejarah.(Garandeu, Le Liberalisme). Sebagian orang
berkata bahwa terdapat dua faktor
utama dalam kemunculan Liberalisme dan faktor-faktor lain merupakan ikutan dari
dua faktor utama ini.
Diantra
faktor munculnya Liberalisme yaitu:
- Pemerintah Tiran
Adalah merupakan pemerintahan
yang terlalu fokus pada dirinya sendiri di Eropa yang memandang dirinya sebagai
pemilik jiwa, harta dan kehormatan masyarakat dan seenaknya mengambil keputusan
tentang nasib dan masa depan mereka. Sebagai contoh jenis pemerintahan Prancis
pada masa Louis 15 dan 16 (abad 18) yang merupakan seorang raja dan aristokrat
yang berdasarkan pada tradisi keningratan, raja merupakan wakil Tuhan di muka
bumi. Dan tidak seorang pun dibolehkan berkata apa pun tentang sang raja. Louis
16 pada Oktober 1887 di parlemen Paris berkata: “Raja tidak memiliki tanggung jawab apa pun kepada seseorang kecuali
kepada Tuhan.” (Jack Isaac, Inqilab Buzurgh Faranse: 342).
Akar pemikiran Louis ini dapat
dilacak hingga pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen kala itu mengalami
penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65).
- Perilaku Aparat Gereja
Gereja, alih-alih menjelaskan
hakikat agama dan motivator masyarakat untuk melawan tirani dan kezaliman,
malah terjerembab dalam kesalahan pahaman dan kekeliruan menjelaskan agama.
Atas nama agama para pembesar gereja menerapkan metode kekerasan terhadap agama
masyarakat. Berdasarkan keyakinan gereja abad pertengahan, sistem yang berlaku
di muka bumi merupakan sistem yang berlaku di langit. Sistem ini merupakan
sistem yang dikehendaki oleh Tuhan dan tidak dapat dirubah. Setiap orang,
semenjak raja hingga jelata dan pengemis, harus menjalankan peran yang telah
ditetapkan oleh Tuhan. Sejatinya para pembesar gereja senantiasa menjadi
penyokong sistem sosial
dan politik dan sekali-kali tidak dapat menerima adanya penyimpangan.
Berkebalikan dari masyarakat baru, tipologi asli abad pertengahan adalah
tiadanya kebebasan pribadi. Pada masa ini, setiap orang terpenjara dengan
perannya masing-masing dalam mekanisme sosial.” (Erich Fromm, Escape from
Freedom:60)
Tujuan utama pandangan dunia
Liberalisme semenjak kemunculannya, berperang melawan kekuasaan mutlak.
Liberalisme pada awalnya bangkit melawan pemerintahan absolute gereja di
belahan dunia Barat dan kemudian melawan pemerintahan absolut para raja.
3.
Dampak lahirnya politik Liberalisme di Indonesia
Belanda pertama datang ke
Indonesia pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de Hotman dengan tujuan
mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan. Kolonisasi yang dilakukan
bangsa Belanda di Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31
Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sehingga untuk
menjalankan roda pemerintahan di Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu
menguasai Belanda) mengirimkan Deandles di Indonesia dengan tugas:
- Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
- Memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
Untuk merealisasi tugas tersebut
Deandeles melakukan langkah sebagai berikut:
o
Dalam
bidang politik
1.
Bersikap antipati dan menunjukkan sikap tidak senang atau
simpatik kepada raja-raja di Indonesia.
2.
Perbaikan didalam system pengadilan (jaksa dan
kehakiman).
3.
Diterbitkanya
surat kabar Gazette
o
Dalam
bidang militer
1.
Untuk pertahanan pulau Jawa dibuat jalan Anyer-Panarukan
dengan menggerakkan kerja paksa.
2.
Dibangun pabrik persenjataan di Gresik (Surabaya) dan
Semarang.
3.
Dibangun pankalan angkatan laut di Ujungkulon.
o
Dalam
bidang ekonomi
1.
Melanjutkan pelaksanaan contingenten (pajak in natural) dan sistem penyerahan wajib
tanah wajib kopi di Periangan.
2.
Penjualan tanah yang luas kepada partikuler
3.
Dikeluarkanya uang kertas
Daendles
pada masa pemerintahannya dikenal sebagai penguasa pemerintahan yang sangat
disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai gubernur jendral
bertangan besi. Akan tetapi dalam tugas perintahnya Daendles melakukan
kesalahan, menjual tanah milik negara kepada pengusaha asing dimana dia tanpa
sengaja telah melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu, pemerintah
Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles berkuasa di
Indonesia pada tahun 1808-1811 (Suwanto, dkk, 1997: 25).
Dalam
penerapan politik liberal di Indonesia oleh Daendles mengalami dampak-dampak
yang menyebabkan perubahan-perubahan. Diantara dampak-dampak selain ekonomi,
sosial, dan budaya, sesuai dengan permasalahan yang saya ambil. Maka diantara
dampak atau pengaruh politik liberal Eropa terhadap perpolitikan di Indonesia
pada abad 19 yaitu sebagai berikut:
- Adanya merkantilisme dari negara-negara Eropa
Merkantilisme ialah suatu kebijaksanaan politik ekonomi
dari negara imperialis dengan tujuan menumpuk kekayaan berupa uang mulia
sebanyak-banyaknya, sebagai ukuran kekayaan, kesejahteraan dan kekuasaan negara
tersebut.
- Perekonomian yang dikuasai oleh sektor swasta
Pengusaan pada sektor perekonomian ini, para pengusaha
telah melakukan monopoli pada sektor perdagangan khususnya rempah-rempah.
Selian itu para penguasa juga menguasai seluruh sektor penjualan tanaman
perkebunan.
- Dari segi birokrasi, peran bupati dan penguasa lokal dalam perekonomian semakin terbatas.
Hal ini, dilakukan oleh pihak penjajah yang bertujuan
untuk memangkas loyalitas rakyat terhadap penguasa pribumi, mempersempit
kekuasaan wilayah penguasa pribumi, serta memperkecil penyelewengan dan kesewenang-wenangan
penguasa pribumi.
B.
Kapitalisme
dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia
Kapitalisme atau Kapital adalah
suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah
tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi
pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan
pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi
universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan
kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu
pada masa perkembangan perbankan
komersial Eropa di mana sekelompok
individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang
dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama
barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses
perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal
tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru
buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan
baku tersebut.
Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang,
yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan
oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal
dengan sebutan guild sebagai
cikal bakal kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai
suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan
kapitalisme dengan sosialisme
tanpa adanya pengubahan menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau
tiga abad yang lalu.
2)
Pengaruh Kapitalisme Global bagi Indonesia
Keberadaan negara
bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari konstelasi global internasional. Bahkan
bisa dikatakan, sejarah Indonesia merupakan perpanjangan tangan dari
pertarungan kepentingan sosial, politik, ekonomi dan wacana yang sedang bermain
di dunia internasional. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada negara-bangsa
Indonesia dan para pendirinya, dapat dikatakan bahwa nama Indonesia adalah
temuan linguistik-filologis dari seorang ilmuwan Jerman yang bernama A.
Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas
persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa melihat keterkaitan dengan konstelasi
global, niscaya akan menemui kegagalan. Hal ini terlihat dari kemacetan
berbagai analisis dan gerakan yang dilakukan oleh para aktivis maupun
intelektual dalam menuntut dan menyikapi perubahan di Indonesia. Kebanyakan
mereka melihat Indonesia sebagai entitas tersendiri yang lepas dari konstelasi
internasional. Akibatnya mereka hanya melihat persoalan secara parsial dan
sektoral, sehingga tidak bisa menemukan akar persoalan yang sebenarnya. Upaya
negara-negara Barat dengan ideologi kapitalismenya guna mempertahankan kepentingan
di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideologi developmentalisme (pemba-ngunan)
dapat dilihat dalam buku karya Vandana Shiva yang berjudul “Bebas dari
Pembangunan”, penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Di sini dijelaskan
bahwa “pembangunan tidak lain dari sebuah proyek besar pasca zaman penjajahan
oleh bangsa asing dari negeri‑negeri Utara atas bangsa-bangsa di negeri-negeri
Selatan. Proyek ini ditawarkan sebagai sebuah model yang berlaku universal;
bahwa kemajuan gaya Barat dapat pula dicapai di semua bidang oleh negara-negara
berkembang, cukup dengan mengembangkan kaidah-kaidah ekonomi yang dikembangkan
di Barat.” Dengan cara ini negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh
pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negara kapitalis
disamping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya
menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional
Ø
Berakhirnya
Perang Dingin
Pada tahun 1989
terjadi peristiwa yang monumental yaitu runtuhnya negara komunis Uni Sovyet.
Peristiwa ini menandai berakhirnya era perang dingin, karena sejak saat itu
berguguran pula negara-negara komunis di Eropa Timur. Peristiwa ini
memberi-kan dampak yang cukup besar pada negara-negara dunia ketiga, khususnya
yang memiliki hubungan dengan Amerika, termasuk Indonesia di bawah
pemerintahan Orba. Dengan berakhirnya perang dingin, maka negara-negara
kapitalis tidak lagi membu-tuhkan buffer (tameng) untuk menghadapi komunisme.
Akibatnya negara-negara dunia ketiga yang selama ini menjadi buffer lantas
kehilangan peran. Karena hal ini menyebab-kan pemerintah Orba menjadi rapuh.
Dengan hilangnya peran negara dunia ketiga sebagai buffer, maka negara-negara
kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indo-nesia. Oleh karena itu
pemerintahan yang tidak menjalankan prinsip ekonomi pasar yang benar harus
disingkirkan. Di lain pihak, sebagai dampak dari pembangunan ekonomi selama 32
tahun, timbul satu segmen masyarakat yang memiliki harapan-harapan berlebihan
(rising expectations) atas kehidupan material yang bercorak konsumtif yang
gagal dipenuhi oleh pemerintah Orba. Ketika dua keadaan ini bertemu, terjadilah
gejolak sosial politik di Indonesia yang pada ujungnya bermuara pada proses
lengsernya Soeharto, yang secara euphoria digembar-gemborkan sebagai reformasi.
Hal itu menunjukkan
bahwa terjadinya proses reformasi sebenarnya bukan semata-mata merupakan
perjuangan rakyat Indonesia, namun ada tangan-tangan gaib yang ikut bermain
sehingga kekuatan politik Soeharto yang begitu kuat dan mengakar bisa runtuh
hanya dalam waktu tiga bulan. Tangan-tangan gaib dimaksud adalah kekuatan
kapitalis-me global internasional. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini
bisa dilihat dalam Francis Fukuyama; The End of History dan Kenichi Ohmae;
Borderless Capital, dimana oleh Ohmae diprediksikan akan terjadi Nation of
Corporations (bangsa perusahaan) dan State of Markets (negara pasar).
Ø
Strategi
Mempertahankan kepentingan
Setelah negara-negara
dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi oleh negara kapitalis, maka selanjutnya
dibuat proyek sosial baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme
internasional. Kembali di sini negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia
menjadi sasaran dari proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut
dilakukan dengan cara menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi Indonesia.
Pertama-tama hal ini ditandai dengan tekanan untuk melakukan liberalisasi
sektor perbankan pada tahun 1988 yang mengakibatkan munculnya puluhan bank
swasta. Pada tahun 1992 pengusaha swasta melakukan pinjaman devisa secara
besar-besaran dengan menggunakan bank-bank swasta sebagai kendaraan. Meskipun
pemerintah Orba membentuk Panitia Kredit Luar Negeri (PKLN) untuk mengontrol
pinjaman luar negeri tersebut namun tetap terjadi pembengkakan utang swasta.
Sementara PKLN hanya berhasil menahan pertumbuhan utang BUMN.
Mayoritas utang
pengusaha swasta Indonesia dijamin oleh commercial paper yang memiliki jatuh
tempo 5 tahun. Ketika jatuh tempo pembayaran lima tahun berikutnya, yaitu pada
tahun 1997, terjadi gejolak moneter yang dahsyat, sehingga para pengusaha
tersebut tidak dapat mengembalikan utangnya yang mengakibatkan merosotnya nilai
tukar rupiah.
Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januari 1998, Managing Director IMF, Michael Camdessus, berhasil "memaksa" Soeharto untuk menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia, hal mana disambut dengan sorak-sorai para birokrat moneter dan para pakar ekonomi Indonesia yang bernaung di bawah wacana developmentalisme-modernisme. Apa yang terjadi tersebut, mengingatkan pada paralel sejarah ketika para priyayi birokrat yang bernaung di bawah payung kapital Belanda bersorak menyambut runtuhnya priyayi kraton sekian dasa warsa yang lalu.
Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis sosial dan politik sehingga terpentaskanlah "opera sabun reformasi" yang menurunkan Soeharto dari tahta kekuasa-an yang telah dilestarikannya selama 32 tahun (lihat C. Geertz dalam Nagara: The State and Theatre in Bali). Jelas di sini terlihat bahwa terjadinya reformasi bukanlah semata-mata keberhasilan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingannya melawan rezim hegemo-nik Soeharto. Lebih dari itu, reformasi adalah sebagai bagian dari skenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di Indonesia. Karena ada kesama-an kepentingan antara kapitalisme global internasional dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectations maka proses reformasi dapat berjalan. Hal ini tidak terjadi dalam dua puluh tahun terakhir, ketika rakyat memper-juangkan haknya yang telah dirampas oleh Soeharto. Ini terjadi karena Soeharto pada waktu itu masih dibutuhkan oleh rezim moneter kapitalisme internasional.
Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januari 1998, Managing Director IMF, Michael Camdessus, berhasil "memaksa" Soeharto untuk menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia, hal mana disambut dengan sorak-sorai para birokrat moneter dan para pakar ekonomi Indonesia yang bernaung di bawah wacana developmentalisme-modernisme. Apa yang terjadi tersebut, mengingatkan pada paralel sejarah ketika para priyayi birokrat yang bernaung di bawah payung kapital Belanda bersorak menyambut runtuhnya priyayi kraton sekian dasa warsa yang lalu.
Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis sosial dan politik sehingga terpentaskanlah "opera sabun reformasi" yang menurunkan Soeharto dari tahta kekuasa-an yang telah dilestarikannya selama 32 tahun (lihat C. Geertz dalam Nagara: The State and Theatre in Bali). Jelas di sini terlihat bahwa terjadinya reformasi bukanlah semata-mata keberhasilan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingannya melawan rezim hegemo-nik Soeharto. Lebih dari itu, reformasi adalah sebagai bagian dari skenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di Indonesia. Karena ada kesama-an kepentingan antara kapitalisme global internasional dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectations maka proses reformasi dapat berjalan. Hal ini tidak terjadi dalam dua puluh tahun terakhir, ketika rakyat memper-juangkan haknya yang telah dirampas oleh Soeharto. Ini terjadi karena Soeharto pada waktu itu masih dibutuhkan oleh rezim moneter kapitalisme internasional.
Disamping menggunakan
strategi ekonomi, juga digunakan ekspansi wacana dan rekayasa sosial. Hal ini
terlihat dalam berbagai teori sosial politik yang diluncurkan pasca-Perang
Dingin. Pada tahun 1994, seorang intelektual Amerika, Samuel P. Huntington
menulis sebuah buku yang berjudul Clash of Civilization. Dalam buku ini Huntington
menjelaskan bahwa periode pasca-Perang Dingin akan diwarnai pertarungan
peradaban antara peradaban Barat (WASP) dengan peradaban Timur (Islam dan
Confucian). Pengaruh paling terasa dari antisipasi benturan peradaban tersebut
adalah terjadinya sentimen anti Cina yang berlebihan di kalangan masyarakat
Indonesia, hingga berujung pada terjadinya kerusuhan yang menuntut korban jiwa
sebagaimana terjadi pada peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998. Demikian pula,
dari perspektif ini, kerusuhan di Ambon pada pertengahan Januari 1999 dapat
dipahami sebagai konflik buatan antara Islam sebagai cermin budaya Timur dengan
Kristen sebagai cermin budaya Barat. Jika dianalisis lebih dalam, hal ini bukan
suatu kebetulan, karena masalah ini sudah ada sejak lama, lalu mengapa baru
meletup sekarang?
Sementara itu pada
tahun 1997 dua sosiolog Inggris, A. Giddens dan R. Dahrendorf mulai mensosialisasikan
konsep supremasi sipil yang terdidik. Konsep-konsep dan pemikiran ini memiliki
dampak dan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Dampak dari
pemikiran supremasi sipil yang terdidik adalah munculnya hujatan terhadap
militer Indonesia secara berlebihan di satu sisi serta menjamurnya program
diploma luar negeri. Semua ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan
kapitalisme internasional di Indonesia. Isu supremasi sipil diambil karena
militer sudah tidak dibutuhkan lagi, dan justru dianggap sebagai faktor yang
menghambat tumbuhnya ekonomi yang sehat dan dinamis. Proses penyingkiran ABRI
ini dimulai sejak awal dekade 90-an dan mulai terasakan sejak tahun 1996,
khususnya ketika bantuan pendidikan militer AS atas Indonesia mulai dihentikan.
Inilah beberapa strategi kapitalisme-global internasional yang memiliki dampak
langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia dalam
konteks kekinian. Apa yang terjadi menunjukkan bahwa semua peristiwa itu tidak
berdiri sendiri-sendiri melainkan memiliki keterkaitan kuat dengan kepentingan
kapitalisme internasional dalam konteks borderless‑capital.
Ø
Tangan‑tangan
Gaib di Balik Pemilu
Dalam rangka
mempertahankan kepentingannya di Indonesia, kapitalisme inter-nasional tidak
ingin melakukan perubahan yang mendasar atas sistem politik dan ekonomi yang
ada di Indonesia. Agar hal itu bisa berjalan dengan baik, maka dibuatlah
sebuah skenario yang bisa mengganti aktor-aktor yang sedang bermain. Dengan
cara ini, secara retorik dapat dikatakan bahwa sesungguhnya telah terjadi
reformasi di Indonesia melalui pergantian sejumlah tokoh yang bermain. Dalam
rangka mewujudkan cita-cita tersebut, maka negara-negara Barat menyokong
terjadinya Pemilu di Indonesia, sebagai mekanisme yang legal dan konstitusional
untuk melakukan pergantian pemain. Maka bisa kita maklumi kalau dunia
internasional memiliki antusiasme tinggi atas pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Namun satu hal yang perlu diingat, melihat hasil pemilu yang ada, nampaknya
hampir bisa dipastikan tidak akan terjadi perubahan kebijakan yang mendasar
dalam sistem ekonomi dan politik Indonesia. Tokoh-tokoh yang akan naik dalam
tampuk kepemimpinan masih didominasi oleh mereka-mereka yang mempertahankan
wacana developmentalisme-modernisme. Melihat hal ini maka wajar-wajar saja bila
para penga-mat, funding-agencies dan pemantau pemilu internasional pagi-pagi
mengatakan bahwa pemilu di Indonesia sudah berjalan secara Jurdil dan Luber,
penuh keterbukaan, bersih meski masih ada beberapa catatan di sana-sini.
Semua ini
mengindikasikan adanya kenyataan buatan (virtual reality) yaitu suatu
penampakan semu demokrasi dimana terdapat partai-partai peserta pemilu, panitia
pemilu, pengawas pemilu, para pemilih, bahkan ada pula demonstrasi yang
menuntut diusutnya kecurangan-kecurangan pemilu, yang semuanya itu hanya
melegitimasi demokrasi prosedural tanpa membahas substansi kedaulatan rakyat
itu sendiri (lihat Jean Baudrillard; Simulations, 1983). Dengan demikian,
pemilu lebih merupakan mekanisme "pemutihan" politik dan pembaharuan
aktor untuk mengokohkan kebijakan kapitalisme global di Indonesia.
Setelah berhasil melakukan mobilisasi massa untuk melakukan reformasi dan menjalankan pemilu dengan "baik", kini kekuatan kapitalisme global di Indonesia hampir tidak dapat dibendung lagi. Mereka tinggal membuat strategi-strategi lanjutan untuk memperkokoh posisinya. Pertama-tama yang akan dilakukan para pemilik modal negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah bangkrut dan tidak mampu membayar utang melalui sistem debt-to-equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan jatuh ke tangan asing. Sementara itu, mayoritas negara-negara yang akan mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut adalah negara dari blok Allies yakni AS dan Inggris. Gejala ini terlihat dari besarnya peran dan pengaruh Citibank dan Standard Chartered Bank (masing-masing perusahaan dari AS dan Inggris) dalam proses penanganan restrukturisasi perbankan dan utang-utang perusahaan yang dilakukan oleh BPPN.
Setelah berhasil melakukan mobilisasi massa untuk melakukan reformasi dan menjalankan pemilu dengan "baik", kini kekuatan kapitalisme global di Indonesia hampir tidak dapat dibendung lagi. Mereka tinggal membuat strategi-strategi lanjutan untuk memperkokoh posisinya. Pertama-tama yang akan dilakukan para pemilik modal negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah bangkrut dan tidak mampu membayar utang melalui sistem debt-to-equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan jatuh ke tangan asing. Sementara itu, mayoritas negara-negara yang akan mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut adalah negara dari blok Allies yakni AS dan Inggris. Gejala ini terlihat dari besarnya peran dan pengaruh Citibank dan Standard Chartered Bank (masing-masing perusahaan dari AS dan Inggris) dalam proses penanganan restrukturisasi perbankan dan utang-utang perusahaan yang dilakukan oleh BPPN.
Sebagai ilustrasi,
dari 60 bank nasional Thailand yang mengalami kebangkrutan, 58 diantaranya
diambil alih sahamnya hanya oleh satu perusahaan keuangan Amerika bernama GE
Capitals. Perusahaan yang sama tengah berusaha untuk mengambil alih saham Bank
Niaga. Dapat pula dilihat kasus Bank Bali yang saat ini tengah diupayakan untuk
diambil alih seluruh sahamnya oleh Standard Chartered Bank. Ilustrasi tersebut
membuat kita layak berpikir bahwa pola pengambilalihan yang sama akan terjadi
di negeri kita. Disamping itu, untuk memperkuat pengaruhnya di Indonesia,
negara-negara kapi-talis akan terus memberlakukan sistem demokrasi
formal-prosedural, sementara pendi-dikan untuk membangun tradisi demokrasi yang
benar, tampaknya belum akan dilakukan dalam tempo dekat. Dampak dari hal itu
adalah bukan tidak mungkin akan terjadi pergantian pemenang pada setiap pemilu.
Akan tetapi, selanjutnya akan sulit bagi partai-partai politik untuk melakukan
konsolidasi kekuasaan. Strategi lain yang tampaknya bakal digunakan untuk
memperkokoh posisi kapitalis-me global di Indonesia adalah restrukturisasi di
tubuh militer. Melihat gejala yang ada bukan tidak mungkin akan terjadi
penghilangan atas jabatan Panglima TNI untuk diganti dengan jabatan Kepala Staf
Gabungan yang akan dijabat secara bergiliran oleh masing-masing pimpinan dari
ketiga angkatan. Dengan cara ini maka TNI tidak pula akan memiliki kemampuan
untuk melakukan konsolidasi kekuasaan politik. Jika partai-partai politik dan
TNI tidak mampu melakukan konsolidasi politik, rasanya akan sulit bagi bangsa
Indonesia untuk merumuskan kebijakan pengembangan masyarakat dan pengem-bangan
ekonomi yang baik, terpadu, dan berkesinambungan untuk jangka menengah maupun
jangka panjang. Keadaan yang demikian hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakan
nasional jangka pendek yang bersifat adhoc, dan akibat logis berikutnya seluruh
aspek kehidupan negara-bangsa Indonesia akan didikte oleh aktor-aktor
kapitalisme global yang bergerak di pasar modal, pasar financial, pasar
komoditi dan pasar informasi /media.
BAB
II
KESIMPULAN
Liberalisme merupakan salah satu school of thought yang paling
berpengaruh dalam filsafat Barat. Dalam tiga domain, filsafat, ekonomi dan
politik kaum liberal menyodorkan pandangan-pandangannya. Dalam ranah politik,
Liberalisme menghembuskan nafas kebebasan pribadi dan sosial. Demikian juga
pada wilayah ekonomi, pengurangan peran dan kekuasaan pemerintah. Dari sudut
pandang pemikiran meyakini bahwa apabila urusan dunia diserahkan kepada proses
naturalnya maka seluruh persoalan manusia akan terselesaikan. Pesan utama yang
diusung para proponen Liberalisme adalah kebebasan dan pembebasan. Bebas dari
segala yang mengikat sehingga segala keinginannya terpenuhi. Membebaskan
manusia dari segala tekanan, ancaman dan hambatan yang menghalanginya memenuhi
segala keinginannya.
Dengan demikian, alih-alih
melakukan koordinasi, tercipta sebuah jenis kontradiksi natural dalam
kemaslahatan pribadi dan apabila diinginkan masyarakat manusia terjaga dari
pertentangan natural ini maka mau-tak-mau harus ada intervensi luar. Kalau
tidak demikian, tidak akan tercipta sebuah masyarakat yang tetap dan kokoh yang
dengan keberadaannya kesenangan dan kemaslahatan pribadi dapat tersedia.
Intervensi dari luar ini adalah pranata pemerintah – yang disebutkan
sebelumnnya – tidak ideal dan merupakan keburukan dan tidak bisa menghindar
darinya. Untuk mencegah pemerintah tidak diktator dan penghalan
tersedianya lahan untuk memenuhi angan-angan dan kesenangan pribadi pemikiran
Liberalisme menurut
pandangan
politik bersandar pada keragaman ideologi dan partai. Keragaman ideologi
melalui parlemen inilah demokrasi. Sebuah sistem yang memisahkan tiga lembaga
eksekutif, yudikatif dan legislative yang menjaga kebebasan pribadi dan umum
serta kebebasan ideologi.
Menghadapi situasi
yang demikian memang sulit, sebab kita tidak mungkin keluar dari cengkeraman
kapitalisme global karena Indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC dan
telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO . Yang
paling mungkin untuk dilakukan adalah menerima keberadaan kapitalisme global
secara sadar, kritis dan cerdas. Setelah itu langkah selanjutnya adalah
merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi
politik internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan
cita-cita kemerdekaan bangsa sebagai-mana dirumuskan dalam pembukaan UUD 45
sebagai titik pijak bersama. Secara konseptual ada beberapa model
sosio-ekonomi-politik yang saat ini berkem-bang di dunia, seperti bentuk
welfare-state ala Eropa Barat daratan, the third-way ala Inggris,
sosialisme-pasar ala Cina dengan pola satu negara dua sistem,
kapitalisme-industrial-progresif ala Amerika Serikat, kapitalisme-retail ala
India dan lain sebagainya.
Semua konsep dan model
di atas bisa dipilih untuk menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh
negara-bangsa Indonesia saat ini. Semua terpulang kembali pada setiap elemen
dari warga bangsa Indonesia untuk menentukan pilihan, sudah tentu dengan
memperhitungkan pula keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi,
demografi, kultur, sistem nilai, kondisi sosial dan infrastruktur yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Pengaruh
politik liberal eropa terhadap Indonesia.
http ://historycomunity.blogspot.com ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Pengaruh
kapitalisme global bagi Indonesia. http
://adibsusilasiraj.blogspot.com ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Liberalisme. www.wikipedia.org
( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Kapitalisme. www.wikipedia.org
( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar