Bank Data


LIBERALISME, KAPITALISME, DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA
















Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas Ujian Akhir Semester
Sejarah Intelektual Tahun Akademik 2010/2011



Disusun oleh :

Yuni Wasis Listiyanto N               0801020002





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tidak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pembaca mengenai liberalism, kapitalisme,dan pengaruhnya di Indonesia. Selain itu makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Intelektual yang di berikan oleh dosen.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien .


Purwokerto, Juli 2011


  Penyusun 


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL                                    
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I      :      ISI
A.      Liberalism dan Pengaruhnya terhadap Politik Indonesia Pada Abad 19
B.       Kapitalisme dan Pengaruhnya terhadap Indonesia
BAB II    :      Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
ISI


A.    Liberalisme dan Pengaruhnya Terhadap Politik Indonesia Pada Abad 19
1.      Pengertian paham Liberalisme
Liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna bebas dari batasan, bebas berpikir, leluasa dan sebagainya. Kata ini aslinya mulai dikenali pada abad ke-14 melalui Prancis, Latinnya adalah Liberalis. Dan suffixisme yang melekat setelah kata liberal menunjukkan bahwa “kebebasan berpikir” ini merupakan jenis kecendrungan yang kemudian belakang hari membentuk sebuah maktab. Dari sudut pandang etimologi, liberal dapat dilekatkan pada seseorang yang dalam pandangan-pandangan atau perilaku beragam yang diperbuatnya ia bersikap toleran. Dengan kata lain, ia tidak bersikap puritan dan fanatik terhadap pandangannya sendiri. Keyakinan terhadap kebebasan pribadi. Pendapat dan sikap politik yang menghendaki terjaganya tingkat kebebasan di hadapan hegemoni pemerintah atau setiap institusi lainnya yang mengancam kebebasan manusia. (Burdeau, Georges, Le Liberalisme: 16)
Sedangkan istilah Berlin dalam mendefinisikan liberalism berkata: “Aku memandang liberalisme (kebebasan) itu tiadanya pelbagai penghalang dalam mewujudkan selaksa harapan manusia.” (Berlin, Char Maqaleh darbare Azadi; terjemahan Dr. Muh. Ali Muwahhid: 46)
Liberalisme adalah suatu paham atau aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan berusaha dan berniaga (pemerintah untuk tidak boleh turut campur) (Depdikbud, 1988: 522).
Liberalisme dapat diartikan pula sebagai paham kebebasan, yaitu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu, sebagai titik tolak dan sekaligus tolok ukur dalam interaksi sosial (http://wikipedia. Org. Pengertian Liberalisme).
Sebagaimana dari beberapa definisi yang diutarakan di atas jelas bahwa liberalism juga seperti terma-terma humaniora lainnya yang kurang jelas definisinya. Dan karena liberalisme dalam tingkatan yang beragam, seperti digunakan dalam bidang politik, ekonomi, agama, akhlak dan sebagainya. Usaha untuk memasukkan seluruh sisi beragam pemahaman ini dalam sebuah definisi yang ketat merupakan sebuah tindakan berani. Oleh karena itu apabila kita mau-tak-mau ingin menunjukkan definisi liberalism maka kita harus mendefinisikannya secara umum dan global. Secara global kita telah mengetahui dari apa yang dimaksud dengan liberalisme; akan tetapi untuk sampai pada kesimpulan yang jelas dan transparan, sebelumnya mari kita menengok beberapa penggunaan istilah kebebasan yang ekuivalen dengan terma liberal dan selayang pandang sejarah kemunculan liberalisme.
Liberalisme merupakan antitesis dari sistem perdagangan yang menggunakan sistem merkantilisme. Pedagang besar sering disebut borjuis, mereka ingin memperoleh kebebasan dalam melakukan usaha. Pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Mereka menyatakan bahwa pemerintahan yang paling baik seharusnya paling sedikit ikut campur dalam bidang ekonomi. Pandangan ini dikemukakan oleh Adam Smith (Bapak Ekonomi liberal kapitalis) yang menyatakan bahwa hukum pasar akan diatur oleh “invisible hands”. Negara menurut paham liberalisme tradisional fungsinya sebagai penjaga malam. Dalam sistem liberalisme peluang tumbuhnya sistem kapitalisme sangat besar. Sejak timbulnya kapitalisme dan kemenangan paham liberalisme, imperialisme barat berubah menjadi imperialisme modern.
Diantara Ciri-ciri imperialisme modern adalah:
a.       Daerah jajahan sebagai pensuplai bahan baku.
b.      Masyarakat jajahan sebagai sasaran penjualan hasil produksi
Demikian juga kata liberty (nomina), yang memang merupakan derivat liberal dari Latin, libertes, biasanya digunakan pada hal-hal berikut ini:
1.      Bebas untuk memilih, kebebasan untuk berpikir atau beraksi tanpa pemaksaan.
2.      Sinonim dengan Freedom, bebas dari tawanan atau perbudakan.
3.      Hak dasar: Hak politik, sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh warga suatu bangsa atau seluruh orang (biasanya digunakan dalam bentuk plural).
Pelopor politik liberal lainya diantaranya ada 2 tokoh yaitu John Locke dan Montesquieu. John Locke merupakan pelopor paham politik liberal dari Inggris. Menurut Locke, negara terbentuk dari perjajian sosial antara individu yang hidup bebas dan penguasa.Montesquieu (1689 – 1773) juga pelopor paham politik liberal. Dalam bukunya ‘TheSpirit of Law’, Montesquieu dari Perancis mengembangkan teori pemisahan kekuasaan ekskutif, legislatif dan yudikatif. Setiap kekuasaan saling mengawasi dan mengimbangi satu dan yang lain. Apabila ketiga kekuasaan pemerintahan beradadalam satu tangan, akan muncul kesewenang-wenangan. Selain kedua tokoh tersebut, terdapat pula Voltaire (Perancis), JJ. Rousseau (Perancis) dan Immanuell Kant (Jerman).
2.      Latar belakang munculnya Liberalisme ke Indonesia
1.   Selayang Pandang Sejarah Liberalisme
Menurut satu pendapat bahwa pemikiran atau ideologi Liberalisme selalunya dirujuk kepada Adam Smith, pemikir dan ekonom Scotland, yang begitu dikenali melalui karyanya The Wealth of Nations. Liberalisme dikenali sebagai satu ideologi politik dan konsep pemikiran yang menekankan kepada kebebasan individu, pembatasan kekuasaan kerajaan dan dari segi ekonomi pula menyokong pasaran bebas dan persaingan bebas golongan pemodal (capitalist). Oleh sebab itu, Liberalisme dan Kapitalisme kadang-kadang dilihat sebagai ideologi yang sinonim disebabkan adanya perkaitan yang kuat dan saling sokong-menyokong antara satu sama lain. Dari sudut sejarah, kemunculan Liberalisme ini ada hubungannya dengan keruntuhan Feudalisme di Eropa bermula semasa zaman Renaissance (The Age of Enlightenment) diikuti dengan gerakan politik semasa era Revolusi Perancis.
Liberalisme yang dikaitkan dengan Adam Smith ini selalunya dikenali sebagai Liberalisme Klasik. Dalam konteks peranan kerajaan Liberalisme Klasik ini menekankan konsep Laissez-Faire yang bermaksud kerajaan (pemerintah) yang bersifat lepas tangan. Konsep ini menekankan bahwa kerajaan harus memberi kebebasan berpikir kepada rakyat, tidak menghalangi pemilikan harta individu atau kumpulan, kuasa kerajaan yang terbatas dan kebebasan rakyat.
2.   Faktor-faktor Kemunculan Liberalisme
Hume berkata bahwa Liberalisme muncul untuk menjawab tantangan zaman. Kemunculan Liberalisme merupakan keniscayaan sejarah.(Garandeu, Le Liberalisme). Sebagian orang berkata bahwa terdapat dua faktor utama dalam kemunculan Liberalisme dan faktor-faktor lain merupakan ikutan dari dua faktor utama ini.
Diantra faktor munculnya Liberalisme yaitu:
  • Pemerintah Tiran
Adalah merupakan pemerintahan yang terlalu fokus pada dirinya sendiri di Eropa yang memandang dirinya sebagai pemilik jiwa, harta dan kehormatan masyarakat dan seenaknya mengambil keputusan tentang nasib dan masa depan mereka. Sebagai contoh jenis pemerintahan Prancis pada masa Louis 15 dan 16 (abad 18) yang merupakan seorang raja dan aristokrat yang berdasarkan pada tradisi keningratan, raja merupakan wakil Tuhan di muka bumi. Dan tidak seorang pun dibolehkan berkata apa pun tentang sang raja. Louis 16 pada Oktober 1887 di parlemen Paris berkata: “Raja tidak memiliki tanggung jawab apa pun kepada seseorang kecuali kepada Tuhan.” (Jack Isaac, Inqilab Buzurgh Faranse: 342).
Akar pemikiran Louis ini dapat dilacak hingga pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen kala itu mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65).
  • Perilaku Aparat Gereja
Gereja, alih-alih menjelaskan hakikat agama dan motivator masyarakat untuk melawan tirani dan kezaliman, malah terjerembab dalam kesalahan pahaman dan kekeliruan menjelaskan agama. Atas nama agama para pembesar gereja menerapkan metode kekerasan terhadap agama masyarakat. Berdasarkan keyakinan gereja abad pertengahan, sistem yang berlaku di muka bumi merupakan sistem yang berlaku di langit. Sistem ini merupakan sistem yang dikehendaki oleh Tuhan dan tidak dapat dirubah. Setiap orang, semenjak raja hingga jelata dan pengemis, harus menjalankan peran yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Sejatinya para pembesar gereja senantiasa menjadi penyokong sistem sosial dan politik dan sekali-kali tidak dapat menerima adanya penyimpangan. Berkebalikan dari masyarakat baru, tipologi asli abad pertengahan adalah tiadanya kebebasan pribadi. Pada masa ini, setiap orang terpenjara dengan perannya masing-masing dalam mekanisme sosial.” (Erich Fromm, Escape from Freedom:60)
Tujuan utama pandangan dunia Liberalisme semenjak kemunculannya, berperang melawan kekuasaan mutlak. Liberalisme pada awalnya bangkit melawan pemerintahan absolute gereja di belahan dunia Barat dan kemudian melawan pemerintahan absolut para raja.
3.   Dampak lahirnya politik Liberalisme di Indonesia
Belanda pertama datang ke Indonesia pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de Hotman dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan. Kolonisasi yang dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan di Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai Belanda) mengirimkan Deandles di Indonesia dengan tugas:
  1. Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
  2. Memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
Untuk merealisasi tugas tersebut Deandeles melakukan langkah sebagai berikut:
o    Dalam bidang politik
1.   Bersikap antipati dan menunjukkan sikap tidak senang atau simpatik kepada raja-raja di Indonesia.
2.   Perbaikan didalam system pengadilan (jaksa dan kehakiman).
3.   Diterbitkanya surat kabar Gazette
o    Dalam bidang militer
1.   Untuk pertahanan pulau Jawa dibuat jalan Anyer-Panarukan dengan menggerakkan kerja paksa.
2.   Dibangun pabrik persenjataan di Gresik (Surabaya) dan Semarang.
3.   Dibangun pankalan angkatan laut di Ujungkulon.
o    Dalam bidang ekonomi
1.   Melanjutkan pelaksanaan contingenten (pajak in natural) dan sistem penyerahan wajib tanah wajib kopi di Periangan.
2.   Penjualan tanah yang luas kepada partikuler
3.   Dikeluarkanya uang kertas
Daendles pada masa pemerintahannya dikenal sebagai penguasa pemerintahan yang sangat disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai gubernur jendral bertangan besi. Akan tetapi dalam tugas perintahnya Daendles melakukan kesalahan, menjual tanah milik negara kepada pengusaha asing dimana dia tanpa sengaja telah melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu, pemerintah Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles berkuasa di Indonesia pada tahun 1808-1811 (Suwanto, dkk, 1997: 25).
Dalam penerapan politik liberal di Indonesia oleh Daendles mengalami dampak-dampak yang menyebabkan perubahan-perubahan. Diantara dampak-dampak selain ekonomi, sosial, dan budaya, sesuai dengan permasalahan yang saya ambil. Maka diantara dampak atau pengaruh politik liberal Eropa terhadap perpolitikan di Indonesia pada abad 19 yaitu sebagai berikut:
  1. Adanya merkantilisme dari negara-negara Eropa
Merkantilisme ialah suatu kebijaksanaan politik ekonomi dari negara imperialis dengan tujuan menumpuk kekayaan berupa uang mulia sebanyak-banyaknya, sebagai ukuran kekayaan, kesejahteraan dan kekuasaan negara tersebut.
  1. Perekonomian yang dikuasai oleh sektor swasta
Pengusaan pada sektor perekonomian ini, para pengusaha telah melakukan monopoli pada sektor perdagangan khususnya rempah-rempah. Selian itu para penguasa juga menguasai seluruh sektor penjualan tanaman perkebunan.
  1. Dari segi birokrasi, peran bupati dan penguasa lokal dalam perekonomian semakin terbatas.
Hal ini, dilakukan oleh pihak penjajah yang bertujuan untuk memangkas loyalitas rakyat terhadap penguasa pribumi, mempersempit kekuasaan wilayah penguasa pribumi, serta memperkecil penyelewengan dan kesewenang-wenangan penguasa pribumi.
B.     Kapitalisme dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia
                  1)            Pengertian Kapitalisme

Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.
                  2)            Pengaruh Kapitalisme Global bagi Indonesia
Keberadaan negara bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari konstelasi global internasional. Bahkan bisa dikatakan, sejarah Indonesia merupakan perpanjangan tangan dari pertarungan kepentingan sosial, politik, ekonomi dan wacana yang sedang bermain di dunia internasional. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada negara-bangsa Indonesia dan para pendirinya, dapat dikatakan bahwa nama Indonesia adalah temuan linguistik-filologis dari seorang ilmuwan Jerman yang bernama A. Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa melihat keterkaitan dengan konstelasi global, niscaya akan menemui kegagalan. Hal ini terlihat dari kemacetan berbagai analisis dan gerakan yang dilakukan oleh para aktivis maupun intelektual dalam menuntut dan menyikapi perubahan di Indonesia. Kebanyakan mereka melihat Indonesia sebagai entitas tersendiri yang lepas dari konstelasi internasional. Akibatnya mereka hanya melihat persoalan secara parsial dan sektoral, sehingga tidak bisa menemukan akar persoalan yang sebenarnya. Upaya negara-negara Barat dengan ideologi kapitalismenya guna mempertahankan kepen­tingan di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideologi developmentalisme (pemba-ngunan) dapat dilihat dalam buku karya Vandana Shiva yang berjudul “Bebas dari Pembangunan”, penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Di sini dijelaskan bahwa “pembangunan tidak lain dari sebuah proyek besar pasca zaman penjajahan oleh bangsa asing dari negeri‑negeri Utara atas bangsa-bangsa di negeri­-negeri Selatan. Proyek ini ditawarkan sebagai sebuah model yang berlaku universal; bahwa kemajuan gaya Barat dapat pula dicapai di semua bidang oleh negara-negara berkembang, cukup dengan mengembangkan kaidah-kaidah ekonomi yang dikembangkan di Barat.” Dengan cara ini negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negara kapitalis disamping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional
Ø  Berakhirnya Perang Dingin
Pada tahun 1989 terjadi peristiwa yang monumental yaitu run­tuhnya negara komunis Uni Sovyet. Peristiwa ini menandai berakhirnya era perang dingin, karena sejak saat itu berguguran pula negara-negara ko­munis di Eropa Timur. Peristiwa ini memberi-kan dampak yang cukup besar pada negara-negara dunia ketiga, khususnya yang memiliki hubungan dengan Amerika, terma­suk Indonesia di bawah pemerintahan Orba. Dengan berakhirnya perang dingin, maka negara-negara kapitalis tidak lagi membu-tuhkan buffer (tameng) untuk menghadapi komunisme. Akibatnya negara-negara dunia ketiga yang selama ini menjadi buffer lantas kehilangan peran. Karena hal ini menyebab-kan pemerintah Orba menjadi rapuh. Dengan hilangnya peran negara dunia ketiga sebagai buffer, maka negara-negara kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indo-nesia. Oleh karena itu pemerintahan yang tidak menjalankan prinsip ekonomi pasar yang benar harus disingkirkan. Di lain pihak, sebagai dampak dari pembangunan ekonomi selama 32 tahun, timbul satu segmen masyarakat yang memiliki harapan-harapan berlebihan (rising expectations) atas kehidupan material yang bercorak konsumtif yang gagal dipenuhi oleh pemerintah Orba. Ketika dua keadaan ini bertemu, terjadilah gejolak sosial politik di Indonesia yang pada ujungnya bermuara pada proses lengsernya Soeharto, yang secara euphoria digembar-gemborkan sebagai reformasi.
Hal itu menunjukkan bahwa terjadinya proses reformasi sebenarnya bukan semata-mata merupakan perjuangan rakyat Indonesia, namun ada tangan-tangan gaib yang ikut bermain sehingga kekuatan politik Soeharto yang begitu kuat dan mengakar bisa runtuh hanya dalam waktu tiga bulan. Tangan-tangan gaib dimaksud adalah kekuatan kapitalis-me global internasional. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini bisa dilihat dalam Francis Fukuyama; The End of History dan Kenichi Ohmae; Borderless Capital, dimana oleh Ohmae diprediksikan akan terjadi Nation of Corporations (bangsa perusahaan) dan State of Markets (negara pasar).
Ø  Strategi Mempertahankan kepentingan
Setelah negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi oleh negara kapitalis, maka selanjutnya dibuat proyek sosial baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Kembali di sini negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia menjadi sasaran dari proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi Indonesia. Pertama-tama hal ini ditandai dengan tekanan untuk melakukan liberalisasi sektor perbankan pada tahun 1988 yang mengakibatkan munculnya puluhan bank swasta. Pada tahun 1992 pengusaha swasta melakukan pinjaman devisa secara besar-besaran dengan menggunakan bank-bank swasta sebagai kendaraan. Meskipun pemerintah Orba membentuk Panitia Kredit Luar Negeri (PKLN) untuk mengontrol pinjaman luar negeri tersebut namun tetap terjadi pembengkakan utang swasta. Sementara PKLN hanya berhasil menahan pertumbuhan utang BUMN.
Mayoritas utang pengusaha swasta Indonesia dijamin oleh commercial paper yang memiliki jatuh tempo 5 tahun. Ketika jatuh tempo pembayaran lima tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1997, terjadi gejolak moneter yang dahsyat, sehingga para pengusaha tersebut tidak dapat mengembalikan utangnya yang mengakibatkan merosotnya nilai tukar rupiah.
Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januari 1998, Managing Director IMF, Michael Camdessus, berhasil "memaksa" Soeharto untuk menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia, hal mana disambut dengan sorak-sorai para birokrat moneter dan para pakar ekonomi Indonesia yang bernaung di bawah wacana developmentalisme-modernisme. Apa yang terjadi tersebut, mengingatkan pada paralel sejarah ketika para priyayi birokrat yang bernaung di bawah payung kapital Belanda bersorak menyambut runtuhnya priyayi kraton sekian dasa warsa yang lalu.
Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis sosial dan politik sehingga terpentaskanlah "opera sabun reformasi" yang menurunkan Soeharto dari tahta kekuasa-an yang telah dilestarikannya selama 32 tahun (lihat C. Geertz dalam Nagara: The State and Theatre in Bali). Jelas di sini terlihat bahwa terjadinya reformasi bukanlah semata-mata keberhasilan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingannya melawan rezim hegemo-nik Soeharto. Lebih dari itu, reformasi adalah sebagai bagian dari skenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di Indonesia. Karena ada kesama-an kepentingan antara kapitalisme global internasional dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectations maka proses reformasi dapat berjalan. Hal ini tidak terjadi dalam dua puluh tahun terakhir, ketika rakyat memper-juangkan haknya yang telah dirampas oleh Soeharto. Ini terjadi karena Soeharto pada waktu itu masih dibutuhkan oleh rezim moneter kapitalisme internasional.
Disamping menggunakan strategi ekonomi, juga digunakan ekspansi wacana dan rekayasa sosial. Hal ini terlihat dalam berbagai teori sosial politik yang diluncurkan pasca-Perang Dingin. Pada tahun 1994, seorang intelektual Amerika, Samuel P. Huntington menulis sebuah buku yang berjudul Clash of Civilization. Dalam buku ini Hun­tington menjelaskan bahwa periode pasca-Perang Dingin akan diwarnai pertarungan peradaban antara peradaban Barat (WASP) dengan peradaban Timur (Islam dan Confucian). Pengaruh paling terasa dari antisipasi benturan peradaban tersebut adalah terjadinya sentimen anti Cina yang berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia, hingga berujung pada terjadinya kerusuhan yang menuntut korban jiwa sebagaimana terjadi pada peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998. Demikian pula, dari perspektif ini, kerusuhan di Ambon pada pertengahan Januari 1999 dapat dipahami sebagai konflik buatan antara Islam sebagai cermin budaya Timur dengan Kristen sebagai cermin budaya Barat. Jika dianalisis lebih dalam, hal ini bukan suatu kebetulan, karena masalah ini sudah ada sejak lama, lalu mengapa baru meletup sekarang?
Sementara itu pada tahun 1997 dua sosiolog Inggris, A. Giddens dan R. Dahrendorf mulai mensosialisasikan konsep supremasi sipil yang terdidik. Konsep-konsep dan pemikiran ini memiliki dampak dan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Dampak dari pemikiran supremasi sipil yang terdidik adalah munculnya hujatan terhadap militer Indonesia secara berlebihan di satu sisi serta menjamurnya program diploma luar negeri. Semua ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan kapitalisme internasional di Indonesia. Isu supremasi sipil diambil karena militer sudah tidak dibutuhkan lagi, dan justru dianggap sebagai faktor yang menghambat tumbuhnya ekonomi yang sehat dan dinamis. Proses penyingkiran ABRI ini dimulai sejak awal dekade 90-an dan mulai terasakan sejak tahun 1996, khususnya ketika bantuan pendidikan militer AS atas Indonesia mulai dihentikan. Inilah beberapa strategi kapitalisme-global internasional yang memiliki dampak langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia dalam konteks kekinian. Apa yang terjadi menunjukkan bahwa semua peristiwa itu tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan memiliki keterkaitan kuat dengan kepentingan kapitalisme internasional dalam konteks borderless‑capital.
Ø  Tangan‑tangan Gaib di Balik Pemilu
Dalam rangka mempertahankan kepentingannya di Indonesia, kapitalisme inter-nasional tidak ingin melakukan perubahan yang mendasar atas sistem politik dan ekonomi yang ada di Indo­nesia. Agar hal itu bisa berjalan dengan baik, maka dibuatlah sebuah skenario yang bisa mengganti aktor-aktor yang sedang bermain. Dengan cara ini, secara retorik dapat dikatakan bahwa sesungguhnya telah terjadi reformasi di Indonesia melalui pergantian sejumlah tokoh yang bermain. Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut, maka negara-negara Barat menyokong terjadinya Pemilu di Indonesia, sebagai mekanisme yang legal dan konstitusional untuk melakukan pergantian pemain. Maka bisa kita maklumi kalau dunia internasional memiliki antusiasme tinggi atas pelaksanaan pemilu di Indonesia. Namun satu hal yang perlu diingat, melihat hasil pemilu yang ada, nampaknya hampir bisa dipastikan tidak akan terjadi perubahan kebijakan yang mendasar dalam sistem ekonomi dan politik Indonesia. Tokoh-tokoh yang akan naik dalam tampuk kepemimpinan masih didominasi oleh mereka-mereka yang mempertahankan wacana developmentalisme-modernisme. Melihat hal ini maka wajar-wajar saja bila para penga-mat, funding-agencies dan pemantau pemilu internasional pagi-pagi mengatakan bahwa pemilu di Indonesia sudah berjalan secara Jurdil dan Luber, penuh keterbukaan, bersih meski masih ada beberapa catatan di sana-sini.
Semua ini mengindikasikan adanya kenyataan buatan (virtual reality) yaitu suatu penampakan semu demokrasi dimana terdapat partai-partai peserta pemilu, panitia pemilu, pengawas pemilu, para pemilih, bahkan ada pula demonstrasi yang menuntut diusutnya kecurangan-kecurangan pemilu, yang semuanya itu hanya melegitimasi demokrasi prosedural tanpa membahas substansi kedaulatan rakyat itu sendiri (lihat Jean Baudrillard; Simulations, 1983). Dengan demikian, pemilu lebih merupakan mekanisme "pemutihan" politik dan pembaharuan aktor untuk mengokohkan kebijakan kapitalisme global di Indonesia.
Setelah berhasil melakukan mobilisasi massa untuk melakukan reformasi dan menjalankan pemilu dengan "baik", kini kekuatan kapitalisme global di Indonesia hampir tidak dapat dibendung lagi. Mereka tinggal membuat strategi-strategi lanjutan untuk memperkokoh posisinya. Pertama-tama yang akan dilakukan para pemilik modal negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah bangkrut dan tidak mampu membayar utang melalui sistem debt-to-equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan jatuh ke tangan asing. Sementara itu, mayoritas negara-negara yang akan mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut adalah negara dari blok Allies yakni AS dan Inggris. Gejala ini terlihat dari besarnya peran dan pengaruh Citibank dan Standard Chartered Bank (masing-masing perusahaan dari AS dan Inggris) dalam proses penanganan restrukturisasi perbankan dan utang-utang perusahaan yang dilakukan oleh BPPN.
Sebagai ilustrasi, dari 60 bank nasional Thailand yang mengalami kebangkrutan, 58 diantaranya diambil alih sahamnya hanya oleh satu perusahaan keuangan Amerika bernama GE Capitals. Perusahaan yang sama tengah berusaha untuk mengambil alih saham Bank Niaga. Dapat pula dilihat kasus Bank Bali yang saat ini tengah diupayakan untuk diambil alih seluruh sahamnya oleh Standard Chartered Bank. Ilustrasi tersebut membuat kita layak berpikir bahwa pola pengambilalihan yang sama akan terjadi di negeri kita. Disamping itu, untuk memperkuat pengaruhnya di Indonesia, negara-negara kapi-talis akan terus memberlakukan sistem demokrasi formal-prosedural, sementara pendi-dikan untuk membangun tradisi demokrasi yang benar, tampaknya belum akan dilakukan dalam tempo dekat. Dampak dari hal itu adalah bukan tidak mungkin akan terjadi pergantian pemenang pada setiap pemilu. Akan tetapi, selanjutnya akan sulit bagi partai-partai politik untuk melakukan konsolidasi kekuasaan. Strategi lain yang tampaknya bakal digunakan untuk memperkokoh posisi kapitalis-me global di Indonesia adalah restrukturisasi di tubuh militer. Melihat gejala yang ada bukan tidak mungkin akan terjadi penghilangan atas jabatan Panglima TNI untuk diganti dengan jabatan Kepala Staf Gabungan yang akan dijabat secara bergiliran oleh masing-masing pimpinan dari ketiga angkatan. Dengan cara ini maka TNI tidak pula akan memiliki kemampuan untuk melakukan konsolidasi kekuasaan politik. Jika partai-partai politik dan TNI tidak mampu melakukan konsolidasi politik, rasanya akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan kebijakan pengembangan masyarakat dan pengem-bangan ekonomi yang baik, terpadu, dan berkesinambungan untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Keadaan yang demikian hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakan nasional jangka pendek yang bersifat adhoc, dan akibat logis berikutnya seluruh aspek kehidupan negara-bangsa Indonesia akan didikte oleh aktor-aktor kapitalisme global yang bergerak di pasar modal, pasar financial, pasar komoditi dan pasar informasi /media.


BAB II
KESIMPULAN
Liberalisme merupakan salah satu school of thought yang paling berpengaruh dalam filsafat Barat. Dalam tiga domain, filsafat, ekonomi dan politik kaum liberal menyodorkan pandangan-pandangannya. Dalam ranah politik, Liberalisme menghembuskan nafas kebebasan pribadi dan sosial. Demikian juga pada wilayah ekonomi, pengurangan peran dan kekuasaan pemerintah. Dari sudut pandang pemikiran meyakini bahwa apabila urusan dunia diserahkan kepada proses naturalnya maka seluruh persoalan manusia akan terselesaikan. Pesan utama yang diusung para proponen Liberalisme adalah kebebasan dan pembebasan. Bebas dari segala yang mengikat sehingga segala keinginannya terpenuhi. Membebaskan manusia dari segala tekanan, ancaman dan hambatan yang menghalanginya memenuhi segala keinginannya.
Dengan demikian, alih-alih melakukan koordinasi, tercipta sebuah jenis kontradiksi natural dalam kemaslahatan pribadi dan apabila diinginkan masyarakat manusia terjaga dari pertentangan natural ini maka mau-tak-mau harus ada intervensi luar. Kalau tidak demikian, tidak akan tercipta sebuah masyarakat yang tetap dan kokoh yang dengan keberadaannya kesenangan dan kemaslahatan pribadi dapat tersedia. Intervensi dari luar ini adalah pranata pemerintah – yang disebutkan sebelumnnya – tidak ideal dan merupakan keburukan dan tidak bisa menghindar darinya. Untuk mencegah pemerintah tidak diktator dan penghalan tersedianya lahan untuk memenuhi angan-angan dan kesenangan pribadi pemikiran Liberalisme menurut pandangan politik bersandar pada keragaman ideologi dan partai. Keragaman ideologi melalui parlemen inilah demokrasi. Sebuah sistem yang memisahkan tiga lembaga eksekutif, yudikatif dan legislative yang menjaga kebebasan pribadi dan umum serta kebebasan ideologi.
Menghadapi situasi yang demikian memang sulit, sebab kita tidak mungkin keluar dari cengkeraman kapitalisme global karena Indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC dan telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO . Yang paling mungkin untuk dilakukan adalah menerima keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Setelah itu langkah selanjutnya adalah merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi politik internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-cita kemerdekaan bangsa sebagai-mana dirumuskan dalam pembukaan UUD 45 sebagai titik pijak bersama. Secara konseptual ada beberapa model sosio-ekonomi-politik yang saat ini berkem-bang di dunia, seperti bentuk welfare-state ala Eropa Barat daratan, the third-way ala Inggris, sosialisme-pasar ala Cina dengan pola satu negara dua sistem, kapitalisme-industrial-progresif ala Amerika Serikat, kapitalisme-retail ala India dan lain sebagainya.
Semua konsep dan model di atas bisa dipilih untuk menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh negara-bangsa Indonesia saat ini. Semua terpulang kembali pada setiap elemen dari warga bangsa Indonesia untuk menentukan pilihan, sudah tentu dengan memperhitungkan pula keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi, demografi, kultur, sistem nilai, kondisi sosial dan infrastruktur yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Pengaruh politik liberal eropa terhadap Indonesia. http ://historycomunity.blogspot.com ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Pengaruh kapitalisme global bagi Indonesia. http ://adibsusilasiraj.blogspot.com ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Liberalisme. www.wikipedia.org ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )
Kapitalisme. www.wikipedia.org ( diakses tanggal 9 Juli 2011 )



Tidak ada komentar: