Senin, 09 Januari 2012


ANTARA SABAR DAN MENGELUH

Pada zaman dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram. Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang menyekutuinya aku dalam hal ini."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana hal yang merisaukanmu ?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan pada aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain dan yang satu masih menyusu, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"
Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit yang mana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang telah berkahwin dan tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pengsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."

Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."
Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap terkena musibah dan dugaan dari Allah. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:
" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil keksaihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."
Begitu juga mengeluh. Perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan hukumnya haram. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda,:
" Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah, merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dan sabdanya pula, " Mengeluh itu termasuk kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh, jika ia mati sebelum taubat, maka Allah akan memotongnya bagi pakaian dari wap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.

Jumat, 06 Januari 2012


PERGERAKAN PEREMPUAN PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL















Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah
Sosiologi gender dan feminisme Tahun Akademik 2010/2011




Disusun oleh :


Yuni Wasis Listiyanto N                     0801020002







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirrabbil ‘allamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul sekularisme ini dengan tepat waktu.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan. Penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi gender dan feminisme.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca . kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan guna membuat makalah yang baik lagi dikemudian hari.



Purwokerto, Juni 2011


  Penyusun 
























DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I      :      PENDAHULUAN
                                              I.      Latar Belakang
BAB II    :      ISI
                                                1)   Periode Kebangkitan Kesadaran Nasional(1911-1928)
A.      Gerakan Wanita dan Kebangkitan Nasionalisme
B.       Gerakan Wanita dan Media massa
                                                2)   Periode Kesadaran Nasional (1928-1941)
                                                3)   Zaman Pendudukan Jepang (1942 - 1945)
BAB III   :      KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA



















                            




                               
BAB I
PENDAHULUAN

I.            Latar Belakang
Pada dasarnya, sepanjang sejarah perjuangan wanita Indonesia erat hubungannya dengan dan tidak terpisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia umumnya. Sebenarnya, Gerakan Wanita Indonesia baru dimulai pada permulaan abad ke-20, yaitu permulaan bentuk gerakan secara modern. Karena bentuk gerakan tersebut ditandai oleh tumbuhnya organisasi-organisasi wanita yang diikuti oleh proses perkembangan organisasi-organisasi gerakan kebangsaan Indonesia pada waktu itu. Dengan begitu banyak organisasi wanita menjadi bagian dari kelompok wanita sebagai organisasi kebangsaan. Bahwa organisasi itu mempunyai pengurus tetap dan anggota, mempunyai tujuan yang jelas, disertai rencana pekerjaan berdasarkan peraturan-peraturan yang dimuat di anggaran dasar dan anggaran Rumah Tangga.
 Sebelumnya kaum wanita berjuang orang perorangan, belum terorganisasi dalam susunan suatu badan perkumpulan. Namun demikian, perjuangan wanita melawan penjajah Belanda pada waktu itu telah memberikan inspirasi dan dorongan bagi wanita-wanita generasi kemudian, yang berjuang untuk emansipasi kaumnya sekaligus memiliki peranan partisipasi dalam mengisi hasil perjuangan kemerdekaan tanahairnya. Indonesia bagaikan lukisan sesuatu negeri yang menarik perhatian dalam percaturan dunia dibidang strategi politik, ekonomi dan militer. Republik Indonesia baru muncul di dunia ini sesaat setelah berakhirnya Perang Dunia ke-II yang ditandai dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima Jepang. Yang mana setelah mengalami penjajahan Belanda selama 3 abad lebih dan pendudukan balatentara Dai Nippon selama 3 tahun lebih. Indonesia sebagai negara Republik yang diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 dapat berdiri berkat persatuan bangsa Indonesia yang bertekad bulat mengenyahkan kekuasaan kolonial. Keberhasilan mencapai negara yang merdeka serta berdaulat untuk bias menjadi tuan dinegerinya sendiri, dan dapat hidup damai dengan negeri-negeri lain atas dasar saling menghormati satu sama lain. Bahwasanya ternyata Republik kita yang masih muda itu belum mampu berdiri tegak bagaikan karang dalam menghadapi gelombang-gelombang dahsyat lautan, sehingga mengalami kegoncangan-kegoncangan, hingga belum mampu secara optimal mencerdaskan serta memakmurkan rakyatnya. Perang panas selesai, perang dingin berkecamuk lagi, dan Indonesia pun terseret dalam arus pertikaian suasana perang dingin. Gerakan Wanita Indonesia Dalam Perkembangan Sejarah,terutama pada masa pergerakan nasional dapat dikelompokkan, yang meliputi:
               1)   Periode Kebangkitan Kesadaran Nasional(1911-1928).
               2)   Periode Kesadaran Nasional (1928-1941)
               3)    Zaman Pendudukan Bala Tentara Jepang (1942 - 1945)











































BAB II
ISI


1)   Periode Kebangkitan Kesadaran Nasional(1911-1928)
A. Gerakan Wanita dan Kebangkitan Nasionalisme
Dalam masa pertama dari pergerakan Indonesia pada periode Budi Utomo, gerakan wanita baru berjuang untuk kedudukan sosial saja. Soal-soal politik belum dalam jangkauannya. Mengenaikemerdekaan tanah-air masih terlalu jauh dari penglihatan dan pemikirannya. Kesibukan-kesibukan pada Periode Perintis dibidang pendidikan, pengajaran, kerumahtanggaan masih berlanjut. Dalam pada itu pengaruh warisan cita-cita Kartini untuk emansipasi wanita berkumandang menembus batas-batas kamar pingitannya, dan perhatian kaumnya pada periode kebangkitan dan kesadaran nasional ini mulai juga untuk meningkatkan perjuangan wanita. Pada tahun 1912 muncul organisasi wanita yang pertama di Jakarta "Putri Mardika" atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan "Kartini Fonds" yang bertujuan mendirikan sekolah-sikolah Kartini berdiri diberbagai tempat di Jawa, Keutamaan Istri & didirikan dibanyak tempat di Jawa Barat, bahkan di kota Padang Panjang, "Kerajinan Amai Setia" di kota Gedang, "PIKAT" (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) berdiri pada tahun 1917 di Manado. Kesemuanya, baik organisasi-organisasi bagian Wanita dari organisasi partai umum, maupun organisasi-organisasi lokal kesukuan/kedaerahan bertujuan menggalakkan pendidikan dan pengajaran bagi wanita, dan perbaikan kedudukan social dalam perkawinan dan keluarga serta meningkatkan kecakapan sebagai ibu dan pemegang rumahtangga. Gerak kemajuan pada tahun-tahun sebelum 1920 dapat dikatakan lamban. Sebab-sebabnya ialah sangat kurangnya sekolah-sekolah untuk wanita pribumi, lagi pula kadang-kadang juga tiadanya izin dari Orang tuanya (dikalangan atas) atau diperlukan tenaganya untuk membantu orang-tua (dikalangan bawah). Disamping itu adat dan tradisi sangat menghambat kemajuan wanita.
Sesudah tahun 1920 jumlah organisasi wanita bertambah banyak. Kesediaan wanita untuk terlibat dalam kegiatan organisasi makin meningkat dan kecakapan berorganisasipun bertambah maju. Hal ini disebabkan karena kesempatan belajar makin meluas lagipula berkembang ke lapisan bawah.Dengan demikian jumlah wanita yang mampu beraksi juga bertambah luas dan tidak lagi terbatas kepada lapisan atas saja. Oleh sebab semuanya itu, maka sesudah tahun 1920 kita dapat melihat jumlah perkumpulan wanita bertambah banyak sekali, sedang P.K.I., S.I., Muhammadiyah dan Sarekat Ambon mempunyai bagian wanita. Bagian Wanita tadi dalam penyebaran cita-cita tentu saja mempertinggi hal- hal yang khusus mengenai kewanitaan.
Kongres P.K.I. di Jakarta tanggal 7-10 Juni 1924 menyediakan satu hari penuh untuk merundingkan masalah gerakan wanita komunis. Pada hari itu para wanita membicarakan kewajiban kaum wanita dalam perjuangan menentang penjajah dan kaum pemodal. Bagian Wanita S.I. adalah Wanudiyo utomo, kemudian Sarekat Perempuan Islam Indonesia(S.P.I.I.). Dalam Kongres Sarekat Islam (S.I.) pada bulan April 1929 di Surabaya, S.P.I.I. bertentangan dengan Persatuan Puteri Indonesia mengenai poligami. Bagian Wanita Muhammadiyah adalah Aisiyah, yangjuga tidak mencampuri persoalan politik seperti ibu perkumpulannya Muhammadiyah. Mengenai masalah poligami, Aisiyah sependirian dengan bagian Wanita S.I. Mereka juga menentang keras adat Barat (pakaian, tata rambut, cara hidup, kesenangan dan sebagainya) karena dianggapnya bertentangan dengan adat Islam. Wanita Perti sebagai bagian dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) didirikan pada tahun 1928. Bagian Wanita Sarekat Ambon, Ina Tuni membantu aksi Sarekat Ambon dikalangan militer Ambon. Bagian Wanta ini berhaluan politik seperti Sarekat Ambon juga.
Jenis perhimpunan Wanita lainnya ialah organisasi-organisasi pemudi terpelajar, seperti Puteri Indonesia (disamping Pemuda Indonesia), Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (J.I.B.D.A.) disamping J.I.B.D.A., Jong Java Meisjeskring, Organisasi Taman Siswa. Kemajuan gerakan Wanita sesudah tahun 1920, terlihat juga dengan makin banyaknya perkumpulan-perkumpulan Wanita kecil-kecil yang berdiri sendiri. Hampir di semua tempat yang agak penting ada pekumpulan wanita. Seperti pada masa sebelum 1920, perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai tujuan yang sama, ialah untuk belajar masalah kepandaian putri yang khusus.
B. Gerakan Wanita dan Media massa
Gerakan Wanita Indonesia sejak semula menyadari pentingnya media-massa bagi perjuangannya. Alat media massa seperti surat khabar dan majalah berfungsi untuk menyebarkan gagasan kemajuan wanita dan sebagai sarana praktis pendidikan dan pengajaran. Tulisan dan karangan ditulis dalam bahasa Melayu, bahasa Belanda, bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
Sebagian besar pengarang dan yang membantu penerbitan majalah Gerakan Wanita pada periode itu adalah guru-guru wanita yang berpendidikan Barat. Guru wanita ketika itu merupakan kaum elite di bidang kebudayaan. Majalah pertama "Putri Hindia" terbit pada tahun 1909 di Bandung, dalam dua kali sebulan olehgolongan atas seperti R.A. Tjokroadikusumo. Hingga tahun 1925 sudah di terbitkan sebelas macam media-massa (koran,majalah) yang tersebar di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Misalnya Sunting Melayu diterbitkan di Padang pada 10 Juli 1912. Surat kabar yang terbit tiga kali seminggu itu merupakan pusat kegiatan pemudi, putri maupun wanita yang telah bersuami, berisi masalah-masalah politik, anjuran kebangkitan wanita Indonesia dan cara menyatakan fikiran para penulisnya dalam bentuk prosa dan puisi. Sampai tahun 1920 pemimpin redaksinya yalah Hohana Kudus.
Di pacitan, kota kecil di pantai Samudera Indonesia di daerah Madiun, terbit pada tahun 1913 surat kabar bernama Wanito Sworo dipimpin oleh Siti Sundari dengan huruf dan bahasa Jawa, tetapi kemudian sebagian berbahasa Melayu. Pada tahun 1914 di Jakarta terbit Putri Mardika sebagai majalah bulanan. Artikel-artikel ditulis dalam bahasa Belanda, Melayu dan Jawa. "Putri Mardika" berhaluan maju. Masalah permaduan, pendidikan campuran laki-laki dan wanita, kelonggaran bergerak bagi kaum wanita, kesempatan pendidikan dan pengajaran dan lain-lain merupakan bahan perdebatan. Pada tahun 1918 di Bandung diterbitkan edisi Sunda dengan nama Penuntun Istri. Di Semarang terbit "Istri Utomo. Dan di Padang "Suara Perempuan  dengan redaksi seorang guru wanita bernama Saáda. Perempuan Bergerak diterbitkan di Medan dengan pimpinan redaksi Satiaman Parada Harahap yang pada tahun 1920 diperkuat oleh Rahana Di Menado terbit majalah bulanan "Pikat&. Sementara itu Aisyiah mengeluarkan "Suara Aisyiah " pada tahun 1925. Di Bandung "Istri Mardika"diterbitkan dalam bahasa Sunda. Demikian perintis pers wanita kita.
2)         Periode Kesadaran Nasional (1928-1941)
Menjelang tahun 1928, organisasi wanita berkembang lebih pesat. Sikap yang dinyatakan oleh organisasi-organisasi wanita pada waktu itu, umumnya lebih tegas, berani dan terbuka. Perkembangan kearah politik makin tampak, terutama yang menjadi bagian dari S.I.(Sarekat- Islam), P.K.I.(Partai Komunis Indonesia), P.N.I.(partai Nasional Indonesia) dan PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia). Gerakan Wanita Indonesia fase ini sudah lebih matang untuk menyetujui anjuran dan panggilan kebangsaan, faham Indonesia bersatu yang dihidup-hidupkan antara lain oleh Perhimpunan Indonesia dan P.N.I.  Maka berlangsunglah Kongres Perempuan Indonesia. Kongres Perempuan ini di latar belakangi bahwa Bila ditelusuri fakta sejarahnya, bukan historiografi Indonesia atau penulisan sejarah Indonesia, kaum perempuan adalah kelompok yang mengambil bagian dalam perjuangan, apakah di jaman pergerakan (- 1945) maupun di jaman kemerdekaan (1945-). Akan tetapi dalam berbagai literatur tentang sejarah dan peringatan monumental, hari-hari peringatan bersejarah, perempuan Indonesia tidak termasuk yang banyak dicatat. Ada tiga hal yang menyebabkan hal itu, pertama: perempuan di dalam lingkup sejarah nasional tidak berada dalam posisi pembuat keputusan ataupun memegang posisi menentukan. Kedua, di dalam perjuangan nasional, perkumpulan perempuan tampak mengalah “untuk tidak menonjolkan diri di lingkup perkumpulan laki-laki”. Ketiga, perempuan kemudian mengambil bentuk perkumpulan sendiri yang terpisah dari laki-laki sebagai tempat di mana perempuan dapat memperjuangkan kepentingan perempuan dan masyarakat secara umum dengan bebas, bahkan dengan menonjol sekalipun.
Melalui perkumpulan perempuan inilah, para perempuan Indonesia kemudian menemukan keterwakilannya dan kebebasannya untuk menyuarakan kepentingannya yang belum terwakili. Perkumpulan perempuan ini nampak seperti perjuangan yang memisahkan diri dari perjuangan masyarakat pada umumnya, yaitu perjuangan menentang kolonialisme dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya yang dilakukan para perempuan ini adalah perjuangan untuk mengubah keadaan masyarakat dengan perjuangan yang lebih spesifik dalam jangkauan yang luas;  seluruh perempuan Indonesia, bangsa Indonesia. Dalam menjangkau perjuangannya ke kehidupan perempuan yang lebih luas, perempuan yang masuk perkumpulan (terutama mereka yang berasal dari kelas menengah ke atas dan bangsawan), sedikit banyak terinspirasi oleh literatur tentang perempuan. Antara lain dari buku Auguste Bebel atau Door Tuist Toot Licht, serta dari perubahan yang terjadi di negara tetangga dan dunia pada umumnya.
Kehidupan perkumpulan perempuan Indonesia (gerakan perempuan) bermula dari kegiatan para perempuan di dalam perkumpulan umumnya (perkumpulan yang beranggotakan campuran, perempuan dan laki-laki). Kaum perempuan di Nusantara, terutama yang mengecap pendidikan sekolah dasar atau menengah biasanya memulai aktivitas perkumpulan melalui kegiatan kepanduan (pramuka) atau dalam perkumpulan yang dibentuk berlatar belakang kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon. Melalui perkumpulan pemuda inilah perempuan Indonesia turut beraktivitas. Misalnya mereka turut bersama di dalam pendeklarasian Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Di samping itu, berbagai perkumpulan umum (pemuda) membentuk seksi perempuan seperti Wanito Tomo dari Boedi Oetomo, Poetri Indonesia dari Putra Indonesia dan Wanita Taman Siswa dari Taman Siswa. Sedangkan perkumpulan perempuan yang muncul pada awal gerakan di antaranya adalah Putri Mardika, pada tahun 1916.
Beberapa perempuan yang kemudian menjadi pelopor dan panitia pelaksana Kongres Perempuan Indonesia pertama ikut serta dalam deklarasi di Jakarta itu. Mereka ini antara lain Soejatin, Nyi Hajar Dewantoro, Sitti Sundari dan lain-lain. Seluruh Indonesia pun mengikuti jejak ini dengan menggalang persatuan perempuan Indonesia melalui Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928. Saat inilah, lahir beberapa ide untuk mengumpulkan berbagai perkumpulan perempuan dan menggalang persatuan sesama perempuan yang tergabung melalui berbagai perkumpulan perempuan.
Kongres Perempuan Indonesia yang berlangsung tahun 1928 berkelanjutan hingga tahun 1941. Sejak tahun1941, tidak lagi diadakan Kongres Perempuan Indonesia. Kondisi ini terutama sekali disebabkan oleh situasi politik Indonesia yang berada dalam genggaman Jepang. Pemerintah pendudukan Jepang tidak hanya mematikan bentuk-bentuk perkumpulan yang mandiri, tetapi melarang adanya perkumpulan perempuan lain selain fujinkai. Setelah Indonesia merdeka tidak lagi ada Kongres Perempuan, yang ada adalah Kongres Wanita. Tanpa bermaksud memperdebatkan arti kata perempuan dan wanita, Kongres Perempuan yang dilangsungkan pada tahun 1928 dan tahun selanjutnya merupakan era kebangkitan perempuan Indonesia. Karena pada saat inilah pertama kali muncul kesadaran perempuan Indonesia atas kepentingannya yang berbeda dari rekan pejuang laki-laki. Pada masa itu pulalah perempuan Indonesia dapat berkumpul secara bebas untuk menentukan kehendaknya.
v   Kongres Perempuan Indonesia I
Ini merupakan Kongres Perempuan yang pertama di Indonesia. Di selenggarakan di Jogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928, puncak kegiatan yang terjadi pada periode ini, dua bulan setelah Kongres Pemuda yang menelurkan ikrar Sumpah Pemuda. Kongres ini merupakan lembaran sejarah baru bagi gerakan wanita Indonesia, dimana organisasi wanita menggalang kerjasama untuk kemajuan wanita khususnya dan masyarakat pada umumnya. Ciri utama kesatuan pergerakan wanita Indonesia pada masa ini ialah berazazkan kebangsaan dan menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan Indonesia. Pokok-pokok permasalahan yang dibicarakan diantara nya ialah kedudukan wanita dalam perkawinan, poligami dan ko-edukasi. Masalah politik nasional melawan penjajahan tidak menjadi pokok bahasan dan Kongres berpendirian berhaluan koöperasi terhadap pemerintah NederlandsIndië. Kongres Perempuan merupakan kegiatan yang bersifat kooperatif. Artinya kegiatan yang di masa pergerakan nasional dikategorikan sebagai perjuangan yang dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah kolonial. Artinya memiliki status legal, legalitas Kongres diakui pemerintah kolonial, dan Kongres mengajukan tuntutan pada pemerintah kolonial dalam bentuk rekomendasi. Bagi gerakan perempuan saat itu, cara yang ditempuh ini memudahkan penyebarluasan gagasan kepada perempuan dan masyarakat umum, terutama pihak kolonial. Sehingga kaum perempuan kelas menengah atau bangsawan tidak memiliki ketakutan untuk bergabung atau ikut serta karena dianggap tidak radikal. Sedangkan pemerintah kolonial sendiri masih memiliki nostalgia keberhasilan politik etis (kemajuan pendidikan bangsa bumi putra) pada perempuan. Hal ini juga mencerminkan anggapan publik, khususnya pemerintah, tentang stereotipe kegiatan perempuan dan perkumpulan perempuan. Perkumpulan perempuan dianggap non-politis. Sebagai strategi, perempuan yang menyelenggarakan Kongres memutuskan untuk tidak membicarakan “politik” dalam arti umum. Kongres lebih menekankan pembahasan masalah perempuan yang menurut anggapan umum, termasuk pemerintahan kolonial, adalah non-politis.
Perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang suku, agama, kelas, dan ras datang dari seluruh Indonesia menghadiri Kongres yang diselenggarakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang). Para perempuan ini umumnya berusia muda. Persiapan Kongres dilakukan di Jakarta, dengan susunan panitia Kongres Perempuan Indonesia sebagai berikut: Nn. Soejatin dari Poetri Indonesia sebagai Ketua Pelaksana, Nyi Hajar Dewantara dari Wanita Taman Siswa sebagai Ketua Kongres, dan Ny. Soekonto dari Wanito Tomo sebagai Wakil Ketua. Pada saat itu dimulailah pengorganisasian untuk terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia.
Tidak terbayangkan kini, saat  Indonesia masih belum memiliki fasilitas transportasi, para perempuan dari berbagai daerah hadir ke Yogyakarta untuk menghadiri Kongres. Banyak di antara para peserta Kongres dari luar Jawa harus menempuh perjalanan dengan kapal laut berhari-hari untuk dapat tiba di Yogyakara. Para perempuan ini juga banyak yang harus bergulat dengan persoalan pribadi karena harus meninggalkan keluarga (kekasih), rumah maupun saudara selama berhari-hari, yang tentunya pada masa ini sangat tidak lazim.
Kongres ini dihadiri oleh perwakilan 30 perkumpulan perempuan dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.
Pembahasan berbagai isu utama permasalahan perempuan dibicarakan dalam rapat terbuka. Topik yang diangkat saat ini di antaranya adalah kedudukan perempuan dalam perkawinan; perempuan ditunjuk, dikawin dan diceraikan di luar kemauannya; poligami; dan pendidikan untuk anak perempuan. Berbagai topik tersebut kemudian memunculkan debat dan perbedaan pendapat dari perkumpulan perempuan yang belatar belakang agama. Akan tetapi, berbagai perbedaaan itu tidak kemudian mencegat suatu kenyataan yang diyakini bersama, yaitu perlunya perempuan lebih maju.Kongres menghasilkan tiga buah mosi yang ditujukan kepada pemerintah Nederlands Indie, yaitu:
a.    Menambah sekolah-sekolah untuk anak-anak perempuan
b.    Pada waktu nikah supaya pemberian keterangan mengenai taklik (janji dan syarat-syarat perceraian)
c.     Supaya diadakan peraturan untuk memberi sokongan kepada janda-janda dan anak-anak piatu pegawai pemerintah.
v   Kongres Perempuan Indonesia II, Jakarta 20-24 Juli 1935
Kongres Perempuan Indonesia tahun 1935 diikuti oleh tidak kurang dari 15 perkumpulan, di antaranya Wanita Katolik Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Taman Siswa dan lain sebagainya. Kongres diketuai oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Kongres menghasilkan keputusan:
a.    mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia;
b.   tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini akan meningkatkan pemberantasan buta huruf;
c.    tiap perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini sedapat mungkin berusaha mengadakan hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya organisasi putri;
d.   Kongres didasari perasaan kebangsaan, pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama;
e.    Kongres menyelidiki secara mendalam kedudukan perempuan Indonesia menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama Islam;
f.    Perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
g.   Kongres Perempuan Indonesia menjadi badan tetap yang melakukan pertemuan secara berkala. Didirikan Badan Kongres Perempuan Indonesia untuk mengkoordinasi undangan pertemuan. Dengan berdirinya badan tersebut maka PPII dibubarkan.
v   Kongres Perempuan Indonesia III, Bandung, Juli 1938
Kongres dikuti berbagai perkumpulan perempuan, di antaranya Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Wanito Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik dan Wanita Taman Siswa. Kongres diketuai oleh Ny. Emma Puradiredja. Isu yang dibahas dalam Kongres antara lain, partisipasi perempuan dalam politik, khususnya mengenai hak dipilih. Saat itu pemerintah kolonial telah memberikan hak dipilih bagi perempuan untuk duduk dalam Badan Perwakilan. Mereka di antaranya adalah Ny. Emma Puradiredja, Ny. Sri Umiyati, Ny. Soenarjo Mangunpuspito dan Ny. Sitti Soendari yang menjadi anggota Dewan Kota (Gementeraad) di berbagai daerah. Akan tetapi karena perempuan belum mempunyai hak pilih maka perempuan menuntut supaya mereka pun diberikan hak memilih.  Kongres memutuskan:
a.    tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud dalam keputusan Kongres tahun 1935;
b.   membangun Komisi Perkawinan untuk merancang peraturan perkawinan yang seadil-adilnya tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.
v   Kongres Perempuan Indonesia IV, Semarang Juli 1941
Kongres ini diikuti oleh berbagai perkumpulan perempuan yang mengikuti kongres perempuan sebelumnya. Kongres diketuai oleh Ny. Soenarjo Mangunpuspito. Kongres menghasilkan keputusan:
a.    menyetujui aksi Gapi (Gabungan Politik Indonesia) dengan mengajukan “Indonesia Berparlemen” pidato yang memuat tuntutan hak pilih dan dipilih dalam parlemen, yang ditujukan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka
b.   mufakat dengan adanya milisi Indonesia
c.    menuntut agar perempuan pun selain dipilih dalam Dewan Kota juga memiliki hak pilih;
d.    menyetujui diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam sekolah menengah dan tinggi;
e.    dibentuk empat badan pekerja:
·            badan pekerja pemberantasan buta huruf
·             badan pekerja penyelidik masalah tenaga kerja perempuan
·             badan pekerja masalah perkawinan hukum Islam
·            badan pekerja memperbaiki ekonomi perempuan Indonesia.\

3)   Zaman Pendudukan Jepang (1942 - 1945)
Dengan menyerahnya Jendral Ter Poorten tanpa syarat di Kalijati pada tanggal 9 Maret 1942 kepada Jendral lmamura, berakhirlah penjajahan Belanda atas lndonesia. Dengan demikian dioperkan begitu saja nasib bangsa lndonesia kepada penjajah yang baru Jepang. Belanda tidak pernah percaya kepada ajakan tokoh-tokoh politik bangsa lndonesia untuk bersama-sama berjuang anti fasis, sebaliknya Belanda lebih percaya kepada Jepang. Padahal sudah tahu lebih dulu, bahwa Jepang sudah mengincar lndonesia untuk memperoleh kekayaannya, terutama minyak yang sangat dibutuhkannya untuk keperluan industrinya.
Dalam pada itu, kekejaman fasis Jepang selama pendudukannya di lndonesia bahkan makin membulatkan tekad seluruh bangsa untuk membebaskan diri dari setiap penjajahan asing dan memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya. Salah satu tindakannya yang pertama-tama yalah Jepang melarang semua organisasi yang ada dan membubarkannya. Bersamaan dengan itu, dengan bantuan orang-orang bekas pegawai dinas rahasia Belanda yang bernama P.l.D. menangkapi elemen-elemen anti fasis dikalangan bangsa indonesia. Tidak dikecualikan organisasi-organisasi wanita juga dibubarkan. Kemudian dibentuk organisasi-organisasi baru dengan dalih sebagai propaganda untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa-bangsa Asia Timur Raya. Dengan sendirinya organisasi-organisasi yang tidak mau masuk
perangkap kerjasama dengan penguasa fasis, terpaksa bergerak dibawah tanah. Taktik Jepang
merangkul Bangsa Indonesia dapat dituturkan sbb.:
1. Bahasa Belanda dilarang dan bahasa Indonesia secara resmi digunakan sebagai bahasa
komunikasi umum.
2. Sistim sekolah Belanda seperti ELS, HIS, HCS dan lainnya dibubarkan, dan diganti dengan sekolah Rakyat 6 tahun, SMP, SMA dan sekolah Guru dan kejuruan.
Penguasa baru mendirikan organisasi umum yang bernama Tiga Apada bulan April
1942, dengan bagian wanitanya yang bernama Gerakan Istri Tiga A, sedangkan bagian pemudinya disebut Barisan Putri Asia Raya Gerakan Tiga A tidak berumur panjang, karena pada bulan Maret 1943 digantikan oleh organisasi PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) yang bagian wanitanya Barisan Pekerja Perempuan Putera. Disamping itu juga
dibentuk organisasi wanita untuk para Isteri yang disebut Fujinka yang dibentuk di daerah-daerah dengan ketuanya istri masing-masing kepala daerah.
Ketika Putera akhirnya dilebur dalam organisasi baru Jawa HOKOKAI(Himpunan
Kebaktian Rakyat Jawa), maka Fujinkai dijadikan bagian wanitanya dengan cabang-cabang didaerah-daerah. Kegiatan Fujinkai dibatasi hanya pada urusan-urusan kewanitaan dan peningkatan ketrampilan domestik selain kegiatan menghibur tentara yang sakit dan kursus butahuruf. Bagi para wanita yang mempunnyai wawasan luas, pembatasan ini merisaukan dan mereka tidak ikut masuk Fujinkai. Kenyataan ini menjadikan adanya dua jenis orientasi di kalangan aktivis wanita yaitu mereka yang berkoöperasi dengan pemerintah Balatentara Dai Nippon dan yang non-koöperatif serta memilih bergerak diam-diam dibawah tanah.
Tentara pendudukan Jepang juga membentuk pasukan tempur wanita yang disebut Barisan Srikandi  yang anggautanya terdiri atas anak-anak gadis berumur antara 15-20 tahun dan belum menikah. Mereka dilatih pelatihan kemiliteran untuk dapat maju ke medan perang membela Jepang, sewaktu-waktu bilamana dibutuhkan. Sepanjang ingatan saya, masih ada latihan-latihan militer bagi para gadis indonesia bernama Sementai. Untuk pemudanya bernama Seizendang. Gerak badan atau Taigo sangat digalakkan. Latihan kemiliteran di Seisendo juga diajarkan untuk menggunakan senjata. Latihan latihan kemiliteran yang diberikan Jepang ternyata dikemudian hari ada manfaatnya dalam perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan tanahair.
Pada pokoknya, seluruh kehidupan masyarakat Indonesia di militerisir untuk kepentingan ekonomi perang Jepang dan untuk memperkuat angkatan perangnya dengan melatih tenaga-tenaga cadangan untuk digunakan sewaktu-waktu dibutuhkan. Padaa periode ini, sifat gerakan wanita mengalami kemunduran, karena organisasi wanita hanya boleh berdiri bila ada komando dari penguasa.



BAB III
KESIMPULAN
Organisasi-organisasi perempuan yang tumbuh pada awal abad ke-20 tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi erat hubungannya dengan pergerakan kebangsaan Indonesia yang merupakan hasil dari pen-didikan yang dikenalkan kepada pribumi Indonesia. Ternyata dengan pendidikan dapat membuka keterasingan dan membuka fikiran serta dapat menerima pemikiran-pemikiran maupun ilmu pengetahuan baru dari luar.
Diawali dengan berdirinya Budi Utomo, kemudian terjadi pula perubahan di lingkungan perempuan untuk turut serta dalam perjuang-an untuk mencapai kemajuan perempuan dan kemerdekaan bangsa-nya. Tujuan sederhana yang pada awalnya bersifat perseorangan dan dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu pada akhirnya mengarah kepada pembentukan organisasi-organisasi yang saat itu baru menekankan pada “perjuangan” sekitar masalah-masalah ranah domestik. Sepak terjang dan semangat para perempuan perintis ini mendapat saluran pengucapannya melalui pers yang diterbitkan, sehingga usaha mereka untuk menyadarkan masyarakat tentang apa yang dianggap penting bagi perempuan Indonesia dapat menjangkau area yang lebih luas.



DAFTAR PUSTAKA


Kongres Perempuan Indonesia, Sebuah Gerakan Perempuan 1928-1941 wartafeminis.wordpress.com ( di akses tanggal 31 Mei 2011 )
Sepintas Gerakan Wanita Indonesia Dalam Perkembangan Sejarah. dev.progind.net ( di akses tanggal 31 Mei 2011 )
Organisasi Perempuan dan Perjuangan Nasional Awal Abad Ke-20. azaxs.net ( di akses tanggal 31 Mei 2011 )